Tag Archives: berani cerita

[BeraniCerita #19] Anak Jalanan

11 Jul

Aku tak pernah berlama-lama menatap wajah anak-anak itu. Bagiku, mereka seperti mimpi buruk yang selama ini coba kuhapus. Selalu menyesakkan.

Mereka tak mengerti dengan penolakanku. Masih saja berdiri di sisi jendela mengharap aku membukanya. Kualihkan pandanganku pada traffic light di perempatan MT. Haryono, menunggu lampu merah segera berganti hijau.

Hembusan angin dari samping membuatku menoleh. Wajahku makin masam. Anggi lagi-lagi membuka jendela dan memberikan beberapa lembar rupiah kepada tangan-tangan kecil itu.

Anggi nyengir saat menangkap pandangan tak sukaku. “Kasihan mereka.”

***

Kulambatkan laju mobil saat dari jauh aku melihat lampu masih merah. Aku berharap tiba di perempatan pada waktu yang tepat hingga tak perlu terjebak dalam kerumunan anak-anak itu.

Kuikuti hitungan mundur lampu merah ke hijau. 3… 2… 1…

Segera kuinjak gas.

Belum lagi aku melewati traffic light, decit dan benturan yang memekakkan telinga membuat semua tiba-tiba berhenti. Kakiku otomatis menginjak rem. Aku keluar melihat apa yang terjadi.

zebracross

Tepat di zebra cross,  kulihat tubuh seorang anak menggelepar, lalu diam.

“Apa anak itu mati, Pa?” Anggi telah ada di sampingku.
“Masuk Anggi!”
“Apa dia mati?”
“Papa tidak tahu. Sebaiknya kamu masuk!”
“Mengapa tidak ada yang menolong? Tolong dia, Pa.” Anggi memohon. Wajahnya telah penuh air mata.

***

“Mas terlambat!” Sarah menyambut dengan wajah cemberut. “Kan, mas tahu, mobil akan saya pakai setelah mas menjemput Anggi.”

Aku diam. Sama seperti yang biasa aku lakukan saat Sarah mengomel. Namun kali ini aku gelisah. Aku masih memikirkan kejadian tadi. Anak itu…

Kuusap wajahku. Karena Sarah, aku menghapus masa laluku. Sarah tak pernah dan tak perlu tahu. Aku malu. Malu mengakui bahwa aku pernah menjadi bagian dari mereka. Anak-anak jalanan itu.

***

[BeraniCerita #09] Pencari Suaka

1 Mei

Aku kaget saat suatu siang mendapati di ruang tamu rumahku, seorang perempuan berkerudung hijau dengan garis wajah India, duduk dengan kelima anak perempuannya.

Tetanggaku, seorang lelaki besar dengan perut buncit, menghampiriku lalu membisikkan sesuatu.

“Hanya sementara. Mereka sedang dikejar pihak Imigrasi.”

Aku mengangguk. Paham apa maksudnya. Sebelum ini, aku sudah sering melihat pria-pria berwajah Timur Tengah berada di rumahnya.

Kuhampiri perempuan itu dan mengajaknya ke ruang tengah.

“India?”

“Bukan, Myanmar.”

Eh?!

“Bisa bahasa Indonesia?”

Sikit. Lama tinggal di Malaysia.”

“Berapa lama?”

“Dua puluh dua tahun.”

Oooo…

“Itu… anak yang paling kecil berapa tahun?”

“Baru dua bulan.”

Heh?! Sekecil itu sudah dibawa mencari suaka? Kupandangi wajah anak-anaknya yang memiliki kecantikan wajah khas India.

Baca lebih lanjut

[BeraniCerita #05] Cerita Malam Jum’at

3 Apr

Sepertinya suasana malam ini tidak begitu bersahabat bagi Riana. Angin yang dingin membuat dia memaki dirinya sendiri kenapa lupa membawa jaketnya yang tertinggal di mobil. Lorong yang tidak terlalu terang karena beberapa lampu mulai dimatikan. Dan kenapa tidak ada orang berseliweran? Padahal masih jam 8 malam.

“Nah, sebentar lagi sudah sampai di kamar Sinta.” Riana mencoba menghibur diri sendiri karena dirinya masih merinding. Cepat-cepat langkahnya diayun, sampai akhirnya dia berhenti tiba-tiba saat melihat sebuah tempat tidur dorong melaju cepat ke arahnya.

Riana menepi. Jeritan tertahan keluar dari mulutnya saat melihat suster yang mendorong brankar. Dia berlari. Entakan sepatunya bergema di sepanjang lorong. Di kejauhan dia melihat bayangan putih bergerak ke arahnya. Larinya terhenti. Menunggu dalam keheningan yang mengucurkan keringat.

suster tipisMakin dekat. Bayangan itu membentuk sebuah sosok.

“Ada yang bisa saya bantu?” Suster itu berhenti di hadapannya.

“Tadi… tadi saya melihat seorang suster tipis.”

“Oh, tipis seperti ini?” Suster itu menyamping menunjukkan badannya.

Aaaaaaaaaaa……

Riana menjerit. Melengking. Kakinya spontan berlari menjauh, tanpa menyadari dia semakin jauh dari kamar Sinta.

Tiba-tiba senyap.

Baca lebih lanjut

[BeraniCerita #04] Patah Hati

27 Mar

Patah HatiKuberlari masuk ke kamar. Aku ingin segera memeluk guling dan menangis di sana.
Harry, lelaki yang selama ini kutunggu dengan penuh kesetiaan ternyata melupakan janjinya. Lalu dengan begitu mudahnya memilih perempuan lain. Dan yang paling membuat sakit hati, perempuan itu lebih muda enam tahun dariku.

Aku ingin menagih janjinya, ingin marah padanya, ingin memakinya. Tapi setiap bibir ini hendak mengeluarkan umpatan, tiada kata yang terucap. Aku terlalu cinta padanya, bahkan setelah dia menyakitiku.

Aku masih terisak saat kudengar suara…

“Ooh … cintamu diabaikan?”

Kuhentikan tangisku. Kulihat siapa yang baru saja berkata.

“Itu bukan urusan, Om. Dasar orang sok tahu.”

“Engkau patah hati dan merasa dunia tak berarti lagi.”

“Jangan mengurusi patah hatiku, Om. Biarkan aku menangis dengan tenang. Duniaku memang sudah berakhir saat kutahu dia memilih perempuan itu.”

“… kau kasihani dirimu dengan ratapan dan air mata.”

“Oh, diamlah. Orang patah hati memang penuh air mata. Apa Om tak pernah patah hati hingga tak mengetahuinya?”

Aku berharap dia diam. Namun dia masih saja berkata-kata dengan sok bijak seakan tak mengerti perasaanku.

“Kau rusak kesehatanmu sendiri.”

“Satu-satunya alasan aku bernafas hingga hari ini adalah untuk dia.” Kulirik gunting di meja.

Baca lebih lanjut

[BeraniCerita #03] Resek

14 Mar

Sial! Mengapa saya baru tahu kalau malam ini acaranya? Gery bersungut-sungut saat memasuki mall terdekat. Saat sedang mencari kemeja putih, handphonenya bergetar. Sambil menekan tombol hijau, Gery menyambar kemeja putih dalam jangkauannya tanpa melihat merk dan harganya lagi lalu berjalan ke ruang ganti.

changing room

“Ada apa?” Sambil tangan kirinya membuka kancing bajunya.

“Kamu tidak bisa dipercaya. Tadi kamu bilang tidak bisa mengantarku, tapi aku melihatmu memasuki mall. Siapa cewek itu, brengsek!”

Heh?! Gery kaget. Tapi dia cepat menguasai diri.

Dihempaskan kemeja kotak-kotaknya dan mencoba kemeja putih itu.

“Tunggu sekitar 15 menit lagi. Saya pasti datang ke sana.”

“Dasar tukang bohong. Kamu selalu bilang begitu.”

Terdengar tangisan.

“Iya, iya, sebentar lagi saya ke sana. Mohon sabar.” Gery mematut di cermin. Kayaknya sudah pas, pikirnya.

“Saya sudah tidak bisa sabar lagi. Sudah cukup! Kita lebih baik putus!”

Tangisan itu makin keras.

“Oh, ya sudah. Kita bertemu di sana saja.”

Gery menutup handphonenya. Memakai kembali kemejanya, lalu menyibak tirai.

Di sampingnya, seorang cewek juga baru keluar dari ruang ganti. Mereka sempat bertatapan beberapa detik. Cewek itu mengusap matanya, lalu berjalan mendahului Gery menuju meja kasir sambil membawa beberapa gaun.

*

Di parkiran, saat Gery hendak masuk ke mobil, tiba-tiba…

“Hai, tunggu! Kamu kira bisa pergi gitu aja.”

Gery menoleh. Beberapa jarak dari mobilnya, dilihatnya cewek yang menangis di ruang ganti sebelahnya, menampar seorang lelaki.

***

Jumlah kata: 219

banner-BC#03-winner

[BeraniCerita #02] Perempuan Yang Sehat

13 Mar

Imelda menangis di samping jasad Mutiara, anak gadisnya. Dia tahu hari ini akan tiba. Sejak dulu, dokter telah mengatakan padanya kalau Mutiara paling lama bertahan hanya sampai usia 18 tahun. Tapi ketika hari ini tiba, tetap saja dia tak bisa berpura-pura tegar meski sejak beberapa tahun lalu dia mulai mempersiapkan hatinya untuk hari ini.

Dia mengutuki dirinya yang melewati masa muda dengan hidup semaunya. Menikmati apa yang dia mau. Hingga ketika dia mengetahui dia sedang hamil, dia buang semua koleksi rokoknya. Dia singkirkan minuman keras yang ada di lemari es. Dia mulai membaca buku tentang kehamilan. Mengkonsumsi susu dan makanan sehat yang baik untuk kehamilannya.

Ketika Mutiara lahir, saat itu dia tahu apa yang dia lakukan di sembilan bulan terakhir, semuanya telah terlambat. Mutiara yang cantik tetap tak seperti mutiara lain.

*

Baca lebih lanjut

[BeraniCerita #01] Sheila

6 Mar

Decit mobil mengganggu tidur Sheila. Dibuangnya bantal yang menutupi wajahnya. Disibak selimut. Dia melangkah ke jendela. Di luar, di bawah sana dia melihat dua buah mobil baru saja berhenti. Dia teringat percakapan semalam yang membuatnya marah besar terhadap lelaki yang baru tiga bulan dinikahinya. 

Itu pasti mereka, pikirnya. Sheila segera memakai jubah untuk menutupi gaun tidurnya yang seksi. Kakinya belum mencapai anak tangga terakhir, ketika pintu rumahnya telah terbuka.

“Hei!” serunya kaget.

Empat lelaki masuk. Dia mendekati lelaki berkemeja putih.

rumah tua

“Sam, semalam saya sudah bilang rumah ini tidak dijual. Mengapa kamu masih mengajak mereka ke mari?”

Lelaki berkemeja putih itu menatap kosong padanya, menghembuskan nafas kemudian menggeleng. Lalu berjalan melewatinya mengikuti ketiga lelaki lainnya yang sedang melihat-lihat rumahnya.

Baca lebih lanjut