Tag Archives: Tokoh

Phopay si Pelaut

15 Nov

Saya akui… pola pikir saya tentang nikah agak sedikit kolot. Di jaman ini, saya masih memegang prinsip kalau istri ikut ke mana suami ditugaskan. Bahkan saya mengkondisikan diri saya agar bisa seperti itu.

Saat teman2 berlomba2 melamar kerja di Bank, atau menjadi PNS di salah satu dinas… saya justru tidak berambisi kepada karir. Meski saya beberapa kali dibujuk untuk masuk ke suatu dinas tertentu karena ada om atau sepupu yang memiliki koneksi di sana, saya masih tidak bergeming.

Bagi saya… rumah adalah pusat saya beraktivitas, termasuk dalam hal rezeki. Rumah bukan hanya sebagai tempat persinggahan untuk sekedar melepas lelah lalu pergi lagi. Kemudian pulang kembali dengan membawa sisa tenaga. Dan sisa tenaga itu lah yang akan dibagi lagi untuk keluarga. Benar2 melelahkan hidup seperti itu. Lalu kapan waktu untuk menikmati nyamannya rumah jika fungsinya hanya seperti “hotel”?

Karena saya telah mengkondisikan diri saya… saya pun telah beberapa kali mengukur kemampuan saya tentang situasi terburuk yang akan saya hadapi.

Terbiasa menggunakan peralatan elektronik yang memudahkan pekerjaan, terbiasa berada di lingkungan yang mudah dan serba dekat dengan akses pendidikan, hiburan, dan belanja, terbiasa dengan adanya koneksi internet… maka kemungkinan terburuk yang pernah saya pikirkan adalah ketika saya mendapat pasangan hidup yang tiba2 ditugaskan di daerah terpencil, minim sarana dan prasarana, gak ada listrik, harus masak dengan peralatan seadanya dan manual pula karena gak ada listrik, dan yang memperburuk semua itu adalah tidak adanya signal. Lengkap sudah penderitaan.

Maka… saya mengukur kemampuan saya… mampukah saya bertahan dengan kondisi itu?  Saya mungkin akan menangis berhari-hari dan mengeluhkan apa pun yang tidak ada. Namun… mengejutkan, saya rasa saya bisa melaluinya. Karena saya tahu… saya tidak akan sendiri. Akan ada bahu yang bisa saya sandari. Kami akan melaluinya. Kami akan saling menguatkan. Baca lebih lanjut