Arsip | 8:21 am

Jika Anak Kecil Berjual Beli

3 Nov

Aslm. Ka, saya mau tanya: gimana hukumnya jual beli yang dilakukan oleh seorang anak yang belum baligh, apakah sah atau tidak sah? (karena syaratnya jual beli salah satunya harus baligh)

Sms ini mampir di HP-ku subuh tadi.

Entah, mengapa para adik2 ini paling senang bertanya ke saya masalah2 fiqhi seperti ini. Sebenarnya, bagus juga sih, dengan begitu saya akan terpacu untuk terus belajar, untuk terus menambah pengetahuan, tidak cepat puas pada satu ilmu saja.. Yang beratnya, kalau jawaban saya agak melenceng. Berat banget!

Segera ku-reply.

Jual beli apa dulu, nih? Dia ditemani orang dewasa gak? Misal: ibu, bapak, or kakak?

Agak lama baru dibalas.

Misalkan seorang anak umur 6 tahun yang disuruh ibunya beli gula 1 kg ke warung.. Dan uangnya langsung dikasih uang pas karena si anak belum mengerti kembalian?

Mau tertawa bacanya, tapi gak jadi.

Bukan karena lucu. Tapi, pertanyaan ini termasuk unik dan saya tidak pernah kepikiran ke arah sana sebelumnya.

Baiklah, saya akan jelas mengapa saya sampai tertawa membaca pertanyaan itu.

Rumah saya terletak di area pertokoan (yang mengenal saya dan pernah ke rumah, tentu tahulah). Kiri kanan ruko. Pokoknya diapit ruko. Mau belanja apa aja ada. Keluar lorong, tinggal pilih mau ke arah mana (tergantung mau beli apa).

Tapi, bukan berarti saya rajin ke toko. Saya termasuk orang yang malas banget keluar rumah. Ribet. Harus ganti baju dulu, ganti jilbab (yang mungkin bau dapur), dan tentu saja pake kos kaki.

Alhamdulillah, saya punya beberapa keponakan (paling besar kelas 6 SD). Kalau saya perlu sesuatu, biasanya saya minta tolong ke salah satu mereka. Tentu saja menyuruh mereka biasanya tidak gratis juga. Perlu ada uang jalan, kata mereka.

Pernah saya menyuruh ponakan saya yang berumur 4 tahun beli obat di apotik. Tentu saja saya berani menyuruh dia karena beberapa sebab. Pertama, apotik terletak pas di depan rumah. Kedua, tidak perlu menyebrang. Ketiga, saya membekalinya dengan catatan nama obat yang harus dibeli. Keempat, saya tahu apotik depan rumah selalu menyertakan nota (kecil sekali ada unsur penipuan di dalamnya). Kelima, mamanya ridho anaknya saya suruh

Sepanjang pengalaman saya, tidak ada masalah. Semuanya biasa-biasa saja. Gak ada yang luar biasa hingga saya harus menyangkut pautkan dengan sah atau tidak jual beli itu. Nah, inilah yang membuat saya tertawa. Pikiran saya tidak sampai menanyakan, apakah sah jual beli yang dilakukan oleh ponakan saya tadi? Hwuah, ribet!

Pikiran saya pun kembali ke masa SD. Masa itu kan kita belum baligh, tapi sering dibekali uang jajan. Nah, kalau kita mau beli es lilin, terus ditolak penjualnya karena kita masih kecil, apa yang bakal terjadi coba? (bayangkanlah masa kanak2 kalian)

Maka kubalas sms itu dengan harapan, jawaban saya lebih banyak manfaatnya.

Syarat orang yang berakad dalam jual beli: berakal dan dapat membedakan (memilih). Akad anak kecil yang sudah dapat membedakan dinyatakan SAH. Jika anak kecil tersebut disuruh beli gula, ternyata yang dia bawa terigu (dia tidak dapat membedakan barang), itu yang tidak sah. Akad jual beli juga bisa dilakukan dengan perantara utusan (anak kecil tersebut bisa disebut sebagai utusan ibunya). Jika bisu, maka orang tua/walinya bisa menyertai dengan tulisan barang yang hendak dibeli. Intinya: adanya kerelaan kedua belah pihak (penjual & pembeli) dan tidak ada unsur penipuan. Wallahu ‘alam bishowab.

Syukron, Sister telah bertanya kepadaku hari ini. Ilmu saya bertambah lagi.


Ref: Fiqih Sunnah

Kalau ada yang mau tambah, silahkan!

Koreksi juga, silahkan!

Saya masih belajar.